Bismillahirrahmanirrahiim
Apakah Anda tidak penasaran kenapa harga-harga suatu produk angkanya cenderung tidak bulat melainkan presisi?
Coba perhatikan gambar berikut:
Bisa kita lihat bahwa mayoritas harga mengandung angka yang presisi, seperti $249.77, Rp897.500, dan lain-lain. Mengapa tidak menulis $250 atau Rp900.000? Toh bedanya tidak signifikan, mari kita lihat penelitiannya:
Thomas, Simon, dan Kadiyali pada tahun 2010 meneliti tentang efek dari harga presisi pada konversi penjualan 27.000 real estate di US, mereka mengukur bagaimana kesan mahal/murahnya rumah pada katalog yang menuliskan harga dengan angka Bulat ($510,000) vs angka Presisi ($511,534), berikut hasilnya:
Setelah responden ditunjukan katalognya, mereka diminta mengisi skala Perceived Magnitude, mereka diminta mengisi form untuk memberikan skala tentang seberapa mahal rumah tersebut, dan hasilnya adalah katalog rumah dengan label harga angka Bulat ($510,000,dll) memiliki level kesan mahal yang lebih tinggi dibandingkan angka Presisi ($511,534), ini sangat unik padahal $511,534 secara numerik dia lebih besar, lebih mahal dibandingkan dengan $510,000.
Penelitian tidak sampai disitu, setelah dilakukan rating Perceived Magnitude, penjualan Real Estate tersebut di follow-up secara real sampai 27.000 transaksi jual beli rumah, kemudian diukur Willingness To Pay (WTP) Rate atau Level Kerelaan Membayar seseorang. Berikut hasilnya:
Mereka menemukan bahwa responden yang diberikan katalog rumah dengan angka Presisi menunjukan WTP/Level Kerelaan Membayar yang lebih tinggi dibanding yang melihat katalog dengan angka yang cenderung Bulat, konversi rumah dengan label harga angka Presisi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan label harga angka Bulat, padahal $511,534 lebih mahal dibanding $510,000. Bagaimana psikologi menjelaskan fenomena ini?
Penjelasan terbaik yang sejauh ini dapat saya temukan adalah oleh Profesor marketing University of Florida Chris Janiszewski bersama Dan Uy.
Mereka menganalisa penjualan 25.564 rumah di Alachua County Florida, mereka menemukan bahwa menjual rumah dengan harga presisi meningkatkan penjualan karena secara psikologi, alam bawah sadar kita senantiasa “menerka” bahwa harga yang ditampilkan di sebuah produk adalah harga yang pasti sudah dinaikan dari harga awalnya, ini membuat mereka yakin bahwa mereka dapat membeli dengan harga lebih rendah dari yang tercantum di katalog/label.
Uniknya, ketika otak kita menangkap harga dengan angka Bulat, maka keyakinan tadi bertambah besar, karena harga dengan angka Bulat ditangkap oleh otak sebagai angka yang “telah di bulatkan keatas”, otak kita mengasosiasikan bahwa pembulatan angka yang keatas itu akan menimbulkan angka Bulat, sedangkan pembulatan angka kebawah itu akan menimbulkan angka pecahan atau angka Presisi.
Maka poin utamanya adalah secara psikologi, angka Presisi ditangkap oleh otak calon pembeli sebagai harga yang telah diturunkan dari harga awalnya, sedangkan angka Bulat ditangkap oleh otak calon pembeli sebagai harga yang telah dibulatkan keatas sehingga masih mungkin untuk ditawar jauh lebih murah.
Fenomena ini berlaku sebaliknya untuk Barang Mewah. Silahkan tonton video Harga Mewah vs Harga Presisi di Video Berikut:
Terima kasih, semoga bermanfaat, sukses untuk bisnismu kawan^^.
REFERENSI:
- Thomas, M., Simon, D. H., & Kadiyali, V. (2010). The price precision effect: Evidence from laboratory and market data. Marketing Science, 29(1), 175-190.
- Janiszewski, Chris & Uy, Dan. (2008). Precision of the Anchor Influences the Amount of Adjustment. Psychological science. 19. 121-7.
[amp-cta id=’8561′]
Ayo belajar psikologi di sini untuk refrensi tambahan: Universitas Psikologi.
Salah satu artikel terbaik:
Assesmen Psikologi Klinis dan Contohnya
Pengertian, Teori, Dimensi dari Konsep Diri
Mantap nih !